Perihal
Novel
Ros
Magdalena

“Kaisar Hirohito duluan membuat biografi yang tidak berisi glorifikasi dan puja-puji. Dari awal sampai akhir, penyesalan dan pengakuan bersalah membawa negeri dan rakyat Jepang ikut Perang Dunia II, lalu menutupnya dengan permintaan maaf,” kata suami Ros Magdalena, kemudian terdiam menarik napas panjang.

Veteran perang revolusi kemerdekaan yang melewati masa pendudukan Belanda dan Jepang itu, butuh lebih banyak oksigen untuk melanjutkan bertutur.

“Seperti yang kau lihat sendiri, kisah hidupku tidak kalah tragis ketimbang Kaisar Hirohito,” katanya lagi, pada suatu sore yang basah, menyadari waktunya menjelang usai.

Tidak segera mengiyakan, butuh waktu memahami cara berpikir tidak biasa miliknya. Ketika orang-orang sibuk menutup aib dan keburukan dengan aib dan keburukan lain yang dikemas cemerlang dalam biografinya, orang tua yang kami anggap bapak, guru lukis, guru tulis, dan sahabat ini, mau melakukan sebaliknya.

“Mustahil setumpuk kegagalan dan kesalahan tidak menyisakan ruang untuk keberhasilan dan kebaikan, sekali pun Bapak menganggap tidak ada, saya akan menggali sampai dapat.” Jawab kami kemudian. 

Satu dari beberapa keberhasilan dan kebaikan mendiang berada pada kekasih dan istrinya, “Ros Magdalena”.

Menulis kisah hidup Ros Magdalena belum tentu memutus apa yang disebut oleh mendiang suaminya, warisan belenggu kesalahan dan kegagalan untuk anak cucunya.

Namun, beliau lupa kalau kami dan penyair Muhary Wahyu Nurba, adalah anak-anaknya yang menolak terbelenggu.