Tentang Ros Magdalena.

Ros Magdalena yang kami kenal semasa kanak-kanak, istri seorang pendongeng yang baik hati, yang menjamu anak-anak yang ingin menikmati dongeng di ruang tamunya dengan teh panas dan kue-kue pasar.

Pertemuan berikutnya setelah kami SMP. Ibuku yang punya usaha meubel, minta ditemani ke sana. Ros Magdalena membeli kursi tamu antik kayu jati berukiran Jepara satu set. Bisnis perabot ibu laris manis karena dijual dengan cara arisan tanpa menaikkan harga.
 
“Kawani Ibu ke rumah tetangga di belakang, tempatmu mendengar dongeng dulu. Baru kali ini ibu Ros terlambat membayar, biasanya langsung lunas di depan untuk sekali arisan.”
 
Setiba di rumah Ros Magdalena, tidak menyimak pembicaraan ibu, asyik sendiri menikmati lukisan yang memenuhi ruang tamu. Suaminya selain jago mendongeng, ternyata pelukis yang namanya sering disebut di sanggar seni rupa kami di Benteng Ujungpandang, perupa senior Sulawesi Selatan.
 
Terpaku menatap lukisan seorang ibu berwajah sendu sedang duduk merangkul erat kedua tungkainya, tarikan kuas yang mirip gaya Basuki Abdullah berhasil menyampaikan banyak rasa. Lukisan pesta adat di Toraja, sentakan kuasnya serupa Affandi, meledak-ledak penuh semangat.
 
“Sudah puas liat lukisan? Ibu sudah selesai,” kata ibu tiba-tiba dengan suara sembab.
 
Pembicaraan hari minggu pagi ibu dengan Ros Magdalena, tidak menyisakan kata. Mata keduanya berkaca-kaca. Kursi antik kayu jati dengan ukiran Jepara, masih mengisi ruang tamu ketika rumahnya mulai menjadi rumah kami juga.
 
Sambil duduk di kursi itu, Ros Magdalena bercerita pembicaraan pagi itu dengan ibu. “Ibumu mau memutihkan sisa kewajibanku, tetapi aku ngotot tidak mau.”
 
“Kenapa harus menangis?” Tanyaku lagi.
 
“Rupanya kau belum kenal perempuan, Ibumu tahu, lukisan di ruang tamu sengaja aku tumpuk, karena sudah banyak tamu yang datang sebelum dia bertujuan sama.”
 
Perempuan yang menemaniku menunggu suaminya pulang, memiliki ketabahan batu karang. Membiarkan dirinya dihantam kenyataan, bukan karena berani, bukan karena tidak punya pilihan lain. Dia meyakini apa pun yang menerpa dirinya semata-mata untuk membuat dirinya jadi lebih baik. Dia tidak mengantisipasi, dia menerima apa pun kenyataan yang menemuinya.
 
Kisah kursi ruang tamu antik kayu jati berukiran Jepara, hanya satu dari banyak gelombang yang diterimanya. Beberapa di antaranya tsunami.